Selasa, 06 Maret 2012

Seni Kriya: Proses Kreatif dari Nilai Budaya Menuju Pasar Glob


Oleh Ansar Salihin*)
Pameran akhir semester mahasiswa Jurusan Kriya ISI Padangpanjang, minat dua, empat dan enam berlangsung selam empat hari di Lobi Jurusan Kriya. Tiga puluh tujuh karya dipamerkan. Pameran ini menjadi dua kategori, yaitu karya dua dimensi dan karya tiga dimensi. Karya-tersebut berasal dari 5 minat utama terdiri 14 karya  kriya kayu, 6 kriya keramik, 4 kriya  kulit, 12 kriya tekstil dan 1 kriya logam.

Seni Kriya merupakan cabang seni rupa, penerapannya lebih kepada terapan. Karya seni Kriya selain memiliki nilai fungsional juga memiliki fungsi estetis, tidak kalah dengan seni rupa murni. Awalnya kriya sebatas karya kerajinan tangan saja yang dapat dimanpaatkan nilai gunanya. Seperti peratan rumah tangga, peratan perkebunan, pembangunan dan sebagainya. Namun perkembangannya pemahaman kriya bukan hanya sebatas nilai gunanya saja, akan tetapi sudah menuju kepada nilai-nilai keindahan.

Nilai estetis dalam seni kriya memang susah dibedakan dengan Seni Rupa Murni. Karya penerapannya hampir sama dengan kedua karya tersebut. Membedakan karya seni kriya dengaan seni rupa murni adalah penerapan dan nilai fungsinya. Karya seni Rupa murni pada umumnya memiliki nilai fungsi keindahannya saja yang dapat dinikmati. Sedangkan Karya Seni Kriya memiliki fungsi estetis, dan penerapannya lebih kepada nilai fungsional, meskipun fungsinya tidak dapat dinikmati secara langsung.

Seni kriya pada zaman modern menuju karya seni yang memiliki nilai estetis yang dapat dipergunakan, sehingga dapat dinikmati nilai keindahannya. Karya seni tersebut dapat dinikmati nilai gunanya. Karya-karya yang demikian dapat menembus pasar  dan mampu bersaing di dunia industri. Selain itu, karya seni kriya dapat menentukan kelas-kelas sosial dalam masyarakat. Semakin tinggi nilai estetis sebuah karya semakin tinggi pula harganya dan penikmatnya pun orang-orang kelas menengah ke atas. Sedangkan karya yang rendah nilai estetisnya, sering disebut karya massal atau karya kerajinan rakyat, harganya akan lebih murah dan semua golongan dapat menikmati karya tersebut.

Melihat karya mahasiswa yang dipamerkan sudah memenuhi kebutuhan publik. Tinggal bagaimana mempromosikan karya tersebut kepada masyarakat. Sehingga  karya-karya tersebut dapat dijadikan sebagai lahan industri. Sebagaiman disampaikan oleh Prof. Dr. Mahdi Bahar Rektor ISI Padangpanjang dalam sambutan pembukaan acara pameran. “Karya seni yang diciptakan dan kegiatan pameran bukan sebatas pembelajaran saja. Akan tetapi harus mampu menembus pasar dan mampu bersaing di zaman globalisasi. Selain mahaiswa berkarya memenuhi mata kuliah, mahasiswa juga melakukan praktik kewirausahaan melalui karyanya senidiri”.

Seniman akademis menciptakan sebuah karya tentu berbeda dengan seniman otodidak.  Apalagi seniman di dunia kriya sangat jauh bedanya dengan seorang pengrajin dalam menciptakan sebuah karya. Seniman akademis menciptakan sebuah karya harus berangkat dari konsep tertentu. Konsep itu boleh jadi  dari realitas sosial yang diwujudkan dalam sebuah benda. Karya yang ciptakan selalu berubah mengikuti keadaan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan pengrajin atau seniman otodidak menciptakan karya berdasarkan keahlian secara turun temurun. Ilmu dan keahlian yang di miliki tidak ada perubahan dari masa ke masa. Karya-karya yang diciptakan bersifat karya massal yang memilki bentuk dan model yang sama.

Karya mahasiswa pada pameran akhir semester ganjil tahun 2012,  umumnya karya yang berangkat dari kehidupan masyarakat dan karya yang berangkat dari tradisi budayan manusia dalam berkehidupan. Hal ini terl;ihat pada karya Joko Mahasiswa semester VIII yang berjudul Roda kehidupan. Karya yang berbentuk roda sepeda motor yang selalu berputar, ditengah-tengah putaran ada manusia, samping kiri dan kanan memiliki sayap berfungsi sebagai penahan roda agar selalu berputar di tempat. Kedua sayap tersebut memili landasan yang kuat agar sayap dan roda tidak jatuh. Karya ini menggambarkan sebuah kehidupan amsalnyai roda berputar, terkadang hidup susah, senang, sedih, gembira, sakit, sehat dan sebagainya selalu dirasakan manusia. Perjalanan hidup  selalu membutuhkan orang lain untuk tempat kita bersandar, meminta tolong, dan memberikan pertolongan. Kehidupan ini sakit senang harus  dilalui, manusia  memiliki pandangan hidup atau idiologi. Baik itu ideologi  kenegaraan, sosial, maupun ideologi kebudayaan atau adat yang berlaku di suatu tempat. Seni kriya memang mampu menggambarkan kehidupan sosial melallui karyanya.

Begitu juga halnya dengan karya Heru Ningrum, karya seni Kriya Keramik yang bertema Pucuk Rebung. Filosifi Pucuk Rebung di daerah melayu merupakan filosofi Tradisi kebudayaan melayu yang menggambarkan kehidupan Masyrakat. Maknanya adalah, sewaktu kecil berguna dan setelah besar dipergunakan. Maksudnya  Pucuk Rebung ketika kecil dijadikan sebagai makanan. Setelah besar menjadi bambu dipergunakan untuk pagar, dinding rumah, dan sebagainya. Melalui filosofi tradisi inilah  timbul ide yang kreatif dalam menciptakan sebuah karya seni.

Dua contoh di atas menerangkan seorang seniman akademis menciptakan  karya berangkat dari konsep realitas sosial dan tradisi kebudayaan. Melalai ide-ide tersebut tanpa disadari seorang seniman telah mengabdi kepada masyarakat. Hal ini tentu melalui karya-karya kriya telah membangkitkan kembali nilai budaya tradisi yang sudah mulai punah. Aras dasar itulah, karya seni kriya memiliki fungsi majemuk, bukan  tunggal. Sehingga karya seni akan lebih tinggi nilainya dan memiliki  peminatnya untuk menuju persaingan dunia industri.

Karya seni berangkat dari nilai budaya tradisi dan nilai realitas sosial yang diterapkan dalam  karya seni tersebut menjadi lebih tinggi nilainya daripada karya biasa. Tingginya nilai budaya sebuah karya akan menggambarkan pengetahuan pengkaryanya. Maka pantaslah seniman akademis dikatankan sebagai seniman profesional. Semoga karya-karya seni kriya mampu menembus pasar global dan dunia industri kreatif.

Penulis adalah Mahasiswa jurusan Seni Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dan Bergiat di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang.
 






Karya Joko: Roda Kehidupan

1 komentar:

  1. Sebuah komunitas yang patut didukung oleh segenap lapisan masyarakat,.. sayang masih tertinggal 1 bidang seni masbro yaitu SENIRUPA..
    seandainya itu juga ada, akan bener2 komplit.
    salam : SENIRUPA

    BalasHapus